Penginjilan Dengan Gaya Hidup 1 Korintus 9:27, Yesaya 43:11-12
Awal-awal menjadi orang Kristen, saya sering mendengar, kalau nanti kamu bertemu Tuhan di surga, Tuhan akan tanya, berapa jiwa sudah kau bawa? Saya memaknai dengan keliru bahkan sombong. Saya dulu pernah berpikir ingin membuat buku tabungan surga. Isinya adalah catatan nama-nama orang yang saya injili. Semangatnya tidak salah, maksud baiknya tidak salah, lalu apanya yang keliru? Berpikir bahwa saya bisa menyelamatkan orang lain.
1. SINDROM JURUSELAMAT TIDAK EFEKTIF Awal-awal menjadi orang Kristen, saya sering mendengar, kalau nanti kamu bertemu Tuhan di surga, Tuhan akan tanya, berapa jiwa sudah kau bawa? Saya memaknai dengan keliru bahkan sombong. Saya dulu pernah berpikir ingin membuat buku tabungan surga. Isinya adalah catatan nama-nama orang yang saya injili. Semangatnya tidak salah, maksud baiknya tidak salah, lalu apanya yang keliru? Berpikir bahwa saya bisa menyelamatkan orang lain. Yesaya 43:11-12 Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku. Akulah yang member i tahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksi-Ku,” demikianlah firman TUHAN, “dan Akulah Allah.
Injil itu good news, berita baik, bukan good advice (nasihat baik). Bedanya di mana? Kalau good advice, kalau ada yang berhasil kita nasihati itu kredit buat kita. Tapi good news atau berita baik itu deklarasi, sudah terjadi, kita cuma memberitakan dan bersaksi. Jadi bukan tentang “apa yang kita buat untuk Tuhan” tapi “apa yang sudah Tuhan selesaikan dan Tuhan buat untuk kita.” Penginjilan itu tentang Tuhan, bukan tentang kita. Penyelamatnya bukan kita, jangan sampai kita terjangkit yang namanya Saviour atau Hero syndrome, yang selalu berpikir, “Gara-gara aku, dia bisa kenal Tuhan Yesus dan ke gereja.”
Tujuan kita menginjili juga harus benar. Bukan supaya orang itu menjadi kristen dan masuk gereja. Itu harapan yang baik. Tapi manusia tidak bisa membawa manusia, hanya Tuhan yang bisa. Jadi tujuan kita menginjili adalah memuliakan, menyatakan, menyaksikan, memaknai dan menghidupi karya keselamatan yang sudah kita terima.
2. MENGINJILI DENGAN GAYA HIDUP EFEKTIF DAN RELEVAN 1 Korintus 9:27 Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.
Memakai keseharian kita untuk melatih diri dari waktu ke waktu. Dan menguasai seluruhnya, mulai dari cara kita berpikir, berkata-kata berbahasa, dan berperilaku, di situ ada pola yang terlihat. Yang teruji dengan sendirinya, orang melihat dampak dan perubahannya sendiri. (VEJ)
Rindu Bangkit Bersama Dia “Jadi jika telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.” (Roma 6:8)
Benarkah kita merindukan bangkit bersama dengan Kristus? Kerinduan mencakup pengalaman kompleks yang melibatkan pengalaman perjumpaan pada masa lampau, cinta, percaya (trust), harapan, dan perjumpaan kembali. Kerinduan adalah keinginan untuk menghadirkan kembali masa lalu dalam masa kini bersama orang yang kita rindukan.
Kitab-kitab Perjanjian Baru menegaskan bahwa kebangkitan Kristus adalah fondasi iman Kristen dan fondasi Kekristenan. Tanpa peristiwa Kebangkitan Kristus yang diimani, tidak ada Kekristenan, tidak ada persekutuan iman, tidak ada gereja seperti yang kita kenal seperti ini. Itu sebabnya sejak dari awal terbentuknya kekristenan, pengikut Kristus percaya akan kebangkitan Kristus, bersaksi akan kebangkitan Kristus, memberitakan kebangkitan Kristus dan tidak takut menghadapi penganiayaan, penyiksaan, dan bahkan kematian untuk membela iman akan Kristus, iman akan kebangkitan Kristus.
Peristiwa kebangkitan dikenang dan dirayakan, setiap hari pertama, sebagai hari Kemenangan Tuhan. Karena dalam peristiwa kebangkitan, Kristus telah menang atas kematian, kehidupan mengalahkan maut, dan bahwa Tuhan Allah menunjukkan kuasa-Nya. Dengan kebangkitan, ditegaskan bahwa karya dan pelayanan Kristus di muka bumi, sampai pada kesengsaraan di kayu salib, dan mati serta dikuburkan, tidak berhenti. Kebangkitan menunjukkan bahwa karya Allah terus berlanjut, dan bahwa pengikut-pengkut Kristus terus dipanggil melanjutkan karya Kristus.
Pada masa yang paling awal, pengikut-pengikut Kristus mewartakan kabar kebangkitan Kristus yang terangkai dengan kabar bahwa Kristus menderita, disalib, mati, dan dikuburkan serta menampakkan diri. Pada paruh pertama abad pertama, telah ditemukan pengikut-pengikut Kristus yang tersebar di wilayah-wilayah Asia Kecil (Turki), Syiria, Mesir, Roma, di hampir seluruh wilayah yang pada saat itu dikuasai oleh Kekaisaran Romawi. Pada tahun 40an, ketika pengikut Kristus berkembang dan jumlahnya semakin banyak, di Antiokhia (Syiria), mereka disebut sebagai Kristen.
Dalam bahasa Yunani, Kristen, Kristianos: berarti orang-orang yang hidup di dalam kekuasaan Kristus, orang yang bersatu dengan Kristus. Karena itu, Roma 6: 8 menegaskan: “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia, Karena kita tahu, bahwa Kristus sedudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi, maut tidak berkuasa atas Dia.” Pada tahap ini, dalam peristiwa kebangkitan, dan yang sesudahnya, murid-murid Kristus tidak hanya mengimani Kristus dengan mengikut Kristus dan ajaran-Nya, melainkan menjalani iman akan Kristus sebagai bersatunya diri dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Maka ketika Hans Denk mengatakan: “No one may truly know Christ except one who follows Him in life” (Tidak seorangpun dapat benar-benar mengenal Kristus kecuali orang yang mengikuti Dia dalam kehidupan”), tokoh gereja Mennonite tersebut hanya mengungkapkan sebagian kecil dari kebenaran iman Kristen. Sebagaimana ditegaskan dalam Surat Roma, tidak cukup menjadi pengikut Kristus, melainkan menjadi Kristen yang berarti menjadi bersatu dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Menjadi Kristen dengan mengaku iman, confesio Christi mesti berlanjut menjadi conformatio Christi, dan menjadi unio cum Christo (bersatu dengan Kristus).
Kalau mengimani Kristus hanya sekadar mengucapkan pengakuan iman, beribadah pada hari Minggu, dan melayani sesuai dengan tugas dan panggilan, -dan itu sangat amat penting tetapi tidak cukup-, maka Kekristenan akan berubah menjadi sekedar agama. Jika Kekristenan hanya sekedar mengikut Kristus, maka Kekristenan berubah menjadi sekadar etika. Esensi dari iman Kristen adalah bersatu dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Esensi inilah yang menghidupi seluruh kehidupan Kristen, gereja, pelayan, relasi, komunikasi, kinerja dan kiprah orang Kristen.
Kemenangan Kristus atas kematian, seharusnya menjadi kekuatan bahwa kita dapat menjalani kehidupan dalam berbagai macam situsai bahkan yang paling berat sekalipun dengan kekuatan Tuhan. Hanya dengan bersatu dengan Kristus kita dijadikan tabah, kuat, tahan banting, dalam menjalani kehidupan bahkan yang paling sukar sekalipun. Paskah adalah kemenangan Tuhan. Do Minggo. Dan Kemenangan kita. Amin. (Pdt. Yusak B. Setyawan,MATS,Ph.D)