Kebaktian Umum GKMI Gloria Patri Minggu, 6 Maret 2022 – Oleh: Pdt. Jakson Rumagit

Melayani Seperti Yesus Melayani
Lukas 19:1-11

Kita berada dalam suasana yang dalam kalender gerejani sebagai masa pra-Paskah (Kesengsaraan, Kematian, dan Kebangkitan Tuhan Yesus), yang sudah dimulai dengan Perayaan Rabu Abu kemarin. Maka tidak kebetulan kita membaca Injil Lukas 19 ini. Dalam pasal ini, Lukas mencatat tentang makin dekatnya Yesus ke kota Yerusalem, tempat di mana Yesus akan mengalami penderitaan dan kematian namun pada akhirnya mencapai kemenangan melalui kebangkitan-Nya. Yeriko adalah kota terakhir sebelum Yesus akan masuk ke Yerusalem.

Sebelumnya (yaitu di bagian akhir pasal 18), ketika Yesus mendekati Yerikho, Ia bertemu dengan seorang pengemis buta, seorang pengemis miskin dari kelas ekonomi TERENDAH. Sekarang, di Lukas 19, kita melihat Yesus melewati Yerikho pada perjalanan terakhir-Nya yang menentukan ke Yerusalem, di mana ia bertemu Zakheus, seorang pegawai pajak pemerintah yang sangat kaya dari TINGKAT TERATAS tangga ekonomi.

Dalam melayani, Yesus tidak memandang level ekonomi seseorang. Mereka sama berharga di mata-Nya. Mereka sama-sama membutuhkan anugerah keselamatan dari-Nya. Bagi Zakheus sendiri, uang dan harta benda tidak membuatnya bahagia.

Kepedulian, pelayanan, dan kehadiran Yesus dalam hidupnya menghasilkan dua hal penting dalam hidup Zakheus:
1. Sukacita
2. Pertobatan dan Perubahan Hidup yang radikal

Pelayanan Yesus mengubah secara radikal kehidupan Zakheus. Uang dan kekayaan bukan lagi menjadi berhala dalam hidupnya. Ia sekarang tahu bahwa, Yesus adalah yang terpenting dan terutama dalam hidupnya. Ketika dia sudah mendapatkan yang terbaik, yaitu Yesus, maka tidak ada lagi yang bisa menggantikannya.

Amin. (Jakson Rumagit)

Kebaktian Umum GKMI Gloria Patri Minggu, 27 Februari 2022 – Oleh: Ibu Vonny Rumagit

Kesetiaan, Kelemahlembutan dan Penguasaan Diri
Galatia 5: 22-25

Kesetiaan
Kesetiaan banyak dikaitkan juga dengan waktu atau berapa lama keberlangsungan seseorang memegang teguh pendiriannya. Namun jika digali lebih dalam, bicara setia sebenarnya lebih banyak bicara tentang kualitas bukan sekadar kuantitas (secara durasi/ ukuran waktu). Kesetiaan dalam Kamus Bahasa Indonesia diberi arti sikap berpegang teguh pada janji dan pendirian. Di Galatia 5, kata Yunani yang dipakai adalah “Pistis”, yang juga mempunyai arti “Iman.” Dalam Bahasa Inggris adalah “Faithfulness,” yang di dalamnya ada unsur kata “Faith.” Dalam kesetiaan ada mutu dan keunggulan sikap yang dikerjakan secara intens, seperti iman, kasih, tabah, tegar, dsb.

Kelemahlembutan
Lemah lembut seakan-akan identik dengan penampilan atau perilaku yang halus, sopan dan tenang. Kelemahlembutan menggunakan kata meekness bukan weakness. Kelemahlembutan adalah kekuatan batin bukan kelemahan. Cirinya adalah mudah dibentuk (teachable) dan sikap hati penuh ketundukkan (submissive).

Penguasaan Diri
Penguasaan diri bukan sekadar tentang “tidak melakukan sesuatu”, tapi juga sebaliknya bicara “melakukan sesuatu yang perlu, yang tidak ingin kita lakukan.” Ketika kita belajar dan melatih diri melakukan sesuatu yang baik yang tidak kita suka, di sana akan muncul ketangguhan batin dan penguasaan diri yang kuat.

Di bagian awal perikop ini, kita melihat bahwa konteks ditulisnya tentang buah roh adalah terkait dengan hidup di bawah pimpinan Roh kudus. Dan sebagai pembandingnya, disebutkan tentang hidup oleh daging yang berlawanan dengan hidup oleh roh. Berbeda dengan hukum taurat, buah roh bukanlah sebuah hukum, melainkan hasil dari seorang yang hidup dikuasai oleh Roh Kudus.

Jika hukum taurat mewakili usaha manusia yang terbatas dan gagal memenuhi tuntutan Allah, Buah Roh adalah pekerjaan Roh Kudus yang memampukan dan menuntun orang percaya agar seluruh rencana Allah tergenapi. (VEJ)

Kebaktian Umum GKMI Gloria Patri Minggu, 20 Februari 2022 – Oleh: Ev. Andreas Christanday

Lihatlah Anak Domba Allah
Yohanes 1:29-34

Latar belakang tema dan text
Keluaran 29:38-42 dan Yohanes 1:29-34.

Analogi
Adam dan Hawa, dan alasan penolakan/ penerimaan korban Kain dan Habel.

Makna dibalik kata “Lihatlah!”
Keteladanan (Yohanes 1:27, 30) dan kesaksian Yohanes Pembaptis tentang

Yesus (Lukas 7:28)
Tanda Pengkhotbah yang benar dan dampak positifnya
(Yohanes 4:41-42)

Mengapa teolog modern Karl Barth memasang lukisan Matthias Grunerwald.

Kesimpulan
1. Bahwa Yesus benar-benar Mesias yang dinubuatkan dan Anak Allah.
2. Kita ini hanya suara dan penunjuk jalan saja seperti plang tapi bisa dipakai bersaksi.
3. Betapa hebatnya kita harus tetap rendah hati, menunjuk kepada Yesus bukan dirinya.
4. Membawa orang langsung bertemu Yesus akan membuat dia Kristen yang tangguh.
5. Bagi Kristen melihat Yesus mendapat keteguhan iman (Ibrani 12:1-2).

(Ev. Andreas Christanday)

Kebaktian Umum GKMI Gloria Patri Minggu, 6 Februari 2022 – Oleh: Pdt. Jakson Rumagit

Buah Roh Dalam Keluarga
(Kasih, Sukacita, Damai Sejahtera)
Galatia 5:22-23

Dalam sebuah survey tentang pernikahan, didapatlah sebuah fakta yang mencengangkan bahwa tingkat rata-rata perceraian di pernikahan pertama adalah 35-40 %; sedangkan di pernikahan kedua adalah 60-70 %. Fakta pernikahan ini terjadi di Amerika. Melalui survey ini kita dapat mengatakan bahwa menjalani pernikahan dan keluarga adalah hal yang sulit. Dalam situasi ini banyak suami-istri atau keluarga Kristen TIDAK menyadari bekal apa yang TELAH mereka miliki untuk membangun dan mempertahankan pernikahan mereka.

Bekal yang TELAH mereka miliki adalah buah Roh. Sebagai catatan, perhatikan Alkitab menyebutnya sebagai “buah” dan BUKAN “buah-buah” Roh. Jadi tunggal, bukan jamak. Mengapa? Jawaban yang sederhana adalah karena yang mengerjakan adalah Satu Roh, yaitu Roh Kudus. Selain itu, Ia menghasilkan SATU buah dalam diri orang percaya, supaya kita yang
menerima buah Roh tersebut tidak hanya bisa membawa dan menghidupi satu rasa dari sembilan rasa dari Buah Roh itu melainkan semuanya harus menjadi kodrat baru yang memenuhi semua kehidupan orang percaya.

Kali ini kita hanya akan membicarakan 3 hal atau rasa yang pertama dari Buah Roh.

Pertama, Kasih (Yunani: agape). Kasih Agape adalah kasih dengan segenap pikiran, alasan, dan kehendak. Kasih seperti ini adalah KASIH YANG SEKALIPUN: – kasihi tidak memedulikan apakah orang itu merasakan atau tidak merasakan kasih yang kita berikan; – sekalipun orang yang kita kasihi layak atau tidak layak, pantas atau tidak pantas kita kasihi. Kasih seperti inilah yang didemonstrasikan oleh Yesus Kristus di atas kayu salib. Kasih seperti ini adalah kasih yang tidak mementingkan diri sendiri.

Kedua, Sukacita (Yunani: chara). Chara adalah kegembiraan yang dari dalam; kesenangan yang mendalam. Chara adalah adalah keyakinan akan sesuatu yang menyulut hati yang ceria yang kemudian mewujud pada perilaku yang ceria. Kegembiraan dari Tuhan tidak sama dengan kesenangan dunia (yang kesenangan sementara, yang terganggu oleh ketidaklengkapan atau kekurangan, atau hal-hal yang tidak terpenuhi, atau yang hilang). Keadaan dapat berubah dan dapat mengganggu kegembiraan (sakit, kematian, kehilangan materi atau keuntungan).

Ketiga, Damai Sejahtera (Yunani: eirene) atau dalam Bahasa Ibrani adalah “shalom”. Eirene, artinya mengikat bersama, menyatukan, menenun bersama. Dengan kata lain, seseorang yang mengalami Eirene adalah seseorang yang terikat, terjalin, dan disatukan antara dirinya sendiri dan dengan Tuhan dan sesama. Shalom berarti mengalami kebaikan tertinggi atau juga menikmati/ memiliki kebaikan batin. Shalom juga bisa berarti menikmati kemakmuran spiritual yang membuatnya memiliki jiwa yang yang mekar dan berkembang. Dengan satu kata: Eirene atau Shalom adalah memiliki keutuhan hidup di dalam Tuhan.

Kasih, sukacita, damai sejahtera adalah apa yang sesungguhnya sudah kita dapatkan karena kita telah mengalami rekonsiliasi dengan Allah melalui kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Sejak kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka berbagai rasa dari buah Roh ini telah ada. Inilah yang memungkinkan kita bisa membangun keluarga dan pernikahan yang kuat kokoh dan memuliakan Tuhan. Amin. (Jakson Rumagit).

Kebaktian Umum GKMI Gloria Patri Minggu, 30 Januari 2022 – Oleh: Pdt. Jakson Rumagit

Family With a Mission
Kejadian 1:27-28

Seorang penulis bernama Gary Thomas berkata, “Pernikahan atau keluarga yang mementingkan diri sendiri adalah pernikahan yang kosong.” Selain itu dia berkata, “Tanpa keterlibatan dan komitmen untuk melayani kebutuhan dunia yang lebih luas, pernikahan akan cepat sekali terasa sepi.” Selain itu berkata, “Pernikahan yang kerohaniannya hidup adalah pernikahan yang terdiri dari dua pribadi yang mengejar visi yang sama di luar dirinya.”

Menurut penuturan Alkitab, setelah Allah menciptakan dan memberkati manusia, Allah memerintahkan mereka untuk, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (ayat 28). Perintah Tuhan kepada laki-laki dan perempuan pertama ini biasanya disebut Mandat Budaya. Ini adalah misi yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan kata lain, Misi Pertama Allah diberikan kepada dan melalui keluarga (laki-laki dan perempuan) bukan kepada individu. Allah sengaja menciptakan keluarga untuk sebuah misi-Nya. Gerakan misi Allah dimulai di dalam dan melalui keluarga.

Mandat Allah kepada keluarga pertama di bumi mencakup beberapa hal:

  1. Melipatgandakan “gambar Allah”.
  2. Menjadikan bumi sebagai rumah yang ramah dan indah.

Dalam mandat ini mencakup upaya manusia untuk menghadirkan shalom atau damai sejahtera; baik antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya. Jelas mandat ini menjadi lebih sulit karena kejatuhan manusia di dalam dosa. Namun, melalui kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, maka kerusakan akibat dosa sudah dipulihkan. Manusia baru kita di dalam Yesus Kristus memungkinkan kita untuk menjalankan misi Allah di dunia ini. Amin. (Jakson Rumagit).